Selasa, 01 Desember 2015

Berawal Dari PHP , Berujung Ke Universitas Islam Madinah (Bagian 1)

Awal perjalananku sebelum bisa kuliah di luar Negeri dimulai tahun 2011, kurang lebih 4 tahun yang lalu, perjalanan panjang yang penuh perjuangan dan liku-liku.

Waktu itu aku masih berstatus mahasantri (mahasiswa + santri) di Ma’had ‘Aly ar-Rayyah, Sukabumi Jawa Barat, Ma’had yang sehari-harinya diwajibkan bergaul dengan Bahasa Arab.

Di Ma’had yang penduduknya berasal dari seluruh Indonesia ini, peraturannya ketat banget. Bayangkan aja, tiap pagi wajib setor hafalan Al-Qur’an, siang kuliah, hidup 3 tahun tanpa HP, komputer, internet dan TV. Tak boleh keluar Ma’had kecuali darurat.

Mahasantri yang nilainya di bawah 6, langsung di DO, alias Rosib. Kalau sampai kita ketahuan bicara pakai Bahasa Indonesia atau Bahasa Daerah, bisa kena sanksi bahkan di-Drop Out kalau sudah keterlaluan. Sampai ada yang bilang ini bukan Ma’had, tapi penjara suci.
Aku mahasantri yang biasa-biasa saja, nilai juga gak pernah mumtaz (di atas 9), paling pol dapatnya ya Jayyid Jiddan (di atas 8), kecuali di akhir semester 6 yang kebetulan masuk mumtaz 5 besar.

Berawal dari tahun 2011, waktu itu Aku dkk sudah masuk semester 5, sebentar lagi akan masuk semester 6 lalu lulus dari Ma’had. Wajarlah kalau kita-kita yang mau lulus ini mulai mikir, “Habis lulus dari sini, Aku lanjut kuliah dimana ya? LIPIA Jakarta? UIKA Bogor? Atau langsung ngajar di kampung halaman?”,

“Tapi kalau Aku cuma lulus D3 di sini, nantinya mau ngajar di mana? Ilmu masih ala kadarnya”, Pokoknya pikiran kita temen sekelas banyak keluarnya dari pelajaran Ma’had deh waktu itu daripada mikirin mata kuliah.

Pada suatu siang semester 5, Aku sedang duduk nyantai di Studio. Datanglah seorang teman namanya Sanjudi biasa dipanggil Jo, asli Sukabumi.

Sanjudi: “Ndar, ayo ikut ane.”

Ana: “Kemana jo?”

Sanjudi: “Udahlah… ikut aja, jangan bilang siapa-siapa, itu juga, bawa berkas-berkas ente yang sudah di scan.”

Internet tergolong benda terlarang di Ma’had. Yah, aku ngikut aja apa yang dikatakan si Jo tanpa banyak bertanya. Alhamdulillah, kebetulan sekali waktu itu aku paham masalah komputer dikit-dikit, dan kebetulan juga menjadi penanggung jawab bagian Studio, jadi mudah keluar masuk Studio tanpa ijin dan menyalakan komputernya, mungkin karena itu Sanjudi ngajak aku.

Ealah ternyata, Sanjudi temanku ini cuma pengen ngajak internetan di tempatnya Bang Adi, Bendahara Ma’had. Cuma di kantornya bang Adi kita bisa internetan tanpa keluar ke pasar buat ngewarnet, selain di tempatnya Bang Adi, satu lagi di kantornya sekretaris Ma’had. Setelah diijinkan pakai komputer, kita langsung streaming di komputernya Bang Adi.

Sanjudi: “Ayo ndar, coba daftar di Universitas Islam Madinah, ente mau gak kuliah di sana?”

Ana: “Ya mau lah, tapi caranya?”

Sanjudi: “Ini kirimkan aja berkas-berkasnya di link iu.edu.sa”

Ana: “Oke, gitu aja?”

(semua percakapan kita pakai Bahasa Arab loh ya…)
Ya udah, Aku jalanin prosedur yang tertulis di sana, ku kirim berkas-berkas punyaku dan punya si Jo, lalu dapat nomer pendaftaran.

Ana: “Terus setelah terkirim, gimana jo? Langsung keterima kita?”

Sanjudi: “Ya nggak lah… nunggu dulu nanti ada tes lagi di Jakarta, belum apa-apa ini, kan kita cuma nyoba.”

Ana: “Oalah… “

Awalnya kita mendaftar di link-link yang ada di internet cuma coba-coba aja, sama sekali tidak serius, bahkan harapan untuk diterima pun kita pasrah, mau ketrima mau gak terserah. Dan bukan hanya mendaftar di UIM, tapi juga di beberapa Universitas lain, seperti Qassim University Arab Saudi, Ummul Qura Mekah, dll kita ikut nimbrungin berkas.

Owh… Sakitnya…

Pernah waktu semester 6 kita sekelas jadi korban PHP. Kabarnya ada seorang syeikh yang akan memasukkan kita semua ke Universitas Qassim Arab Saudi, kabarnya ini meyakinkan banget, dari orang yang kita kenal lagi. Jadi kita sekelas diminta untuk mengirim berkas-berkas yang diperlukan.
Setelah kita kumpulkan berkas, print, scan dan lain sebagainya, kita kirim berkas yang diminta, hari-demi hari, minggu demi minggu kita tunggu kabar ini, ternyata eh… gak jadi. Duh sakitnya hati ini yang sudah terlanjur senang.

Sekelas akhirnya Down, nggak ada semangat kuliah. Sampai seorang dosen merasa kasihan, Abu Aiman namanya, ia coba mendongkrak semangat kita agar lebih semangat kuliah, paling tidak di semester 6 ini saja lah. Tapi itu semua nggak ada gunanya, karena kita sudah terlanjur di PHP, betapa sedihnya hati ini, owhhh…

Di hari yang lain, tepatnya di semester 6. Ada kabar lain bagi mahasantri yang ingin kuliah di Luar Negeri. Kabar yang ini lebih tak jelas dari kabar Univrsitas Qassim kemarin, makanya sebagian mahasantri udah ogah-ogahan mengikuti kabar yang ini.

Kita sekelas diminta untuk menyiapkan berkas kemudian pergi ke Jakarta, tanpa diberi tahu di Jakarta yang sebelah mana, jam berapa, dan apa yang akan kita lakukan di sana. Baru nanti kalau sudah masuk Jakarta kita akan diberi tahu tempatnya. Sehingga cuma sekitar 25 mahasantri saja yang mau berangkat ke Jakarta termasuk aku dan temanku yang tadi, Sanjudi.

Untuk pergi ke Jakarta dari Sukabumi, kita mesti perlu uang. Jadi ya aku pinjam aja uang ke teman dulu buat sementara, karena juga kelamaan sih kalau aku minta kirimkan dari rumah di Malang, Jawa Timur. Yah, beginilah nasib anak pondokan, kita berangkat gerombolan ke Jakarta, uang pakai pinjam, meninggalkan KBM, tanpa jelas apa tujuan kita di Jakarta.

Sesampainya di Jakarta salah satu dari kita baru diberi tahu sama syeikhnya agar pergi ke hotel Marlin. Seolah-olah ini tes yang diadakan khusus untuk lembaga-lembaga tertentu deh ya, karena kalau tes yang biasanya, diadakan di Pondok terkenal dengan undangan yang jelas, penyelenggaranya juga jelas diberitahukan sebelum kegiatan diselenggarakan.

Iya kita pergi ke hotel, bukan pondok atau kampus apa gitu. Namanya Marlin kalau gak salah, hotel gedhe berwarna emas tempat syeikh yang mau mewawancarai kita menginap. Di sana kita diminta duduk menunggu di ruang tunggu, dipanggil, lalu ditanyai satu-persatu.

Lumayan canggung juga sih kita di Hotel Marlin. Kita yang jauh dari pegunungan Sukabumi, pergi tanpa kejelasan, pakai baju anak pondokan, sebagian pakai sarung, pakai peci, keliatan katrok bin ndeso diminta menunggu di lobi hotel mewah menanti wawancara sama syeikh dari Arab…..

(to be continued)

Created by : Iskandar Alukhal, Mahasiswa Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, Fakultas Syariah Semester 6.

Related Posts

Berawal Dari PHP , Berujung Ke Universitas Islam Madinah (Bagian 1)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.