Selasa, 10 November 2015

Air Mataku Pengantar Menuju Universitas Islam Madinah

“Alhamdulillah aku diterima di Madinah...............,” teriakku kencang. Ku coba menta’kid lagi yang kedua kalinya, ternyata tulisannya pun masih sama.

Penghujung semester empat adalah masa masa paling bahagia buatku. Waktu itu Muqobalah untuk masuk UIM telah dibuka. Dengan penuh semangat seusai mengikuti ujian akhir semester empat, aku dan teman-temanku di MAIS (Ma’had Ali Imam Syafi’i) segera menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk moqobalah. Alhamdulillah, tanpa menunggu waktu lama, berkas-berkas telah lengkap semuanya.

Malam itu dengan mengendarai bus Efisiensi kami berangkat dari kota Cilacap menuju Jogjakarta, kemudian baru menuju ke Pondok Pesantren Darussalam Gontor. Setibanya di Gontor, kami pun segera mendaftar via Online di situs UIM untuk mendapatkan nomor tulab/ kode pendaftaran.
Ba’da isya, semua peserta muqobalah telah berkumpul di depan wisma menanti panggilan untuk interviw, begitu pula dengan aku. Dengan serius ku simak satu persatu nama-nama yang di panggil oleh panitia, hingga sampailah giliranku. segera ku menuju tempat yang disediakan oleh panitia dengan penuh penasaran. Soal apa yang akan ditanyakan syaikh padaku? Dalam hati aku hanya berdoa, “Yaa Allah, mudakanlah segala urusanku ini, dan hanya padaMu hamba serahkan segalanya yaa Allah!”

Alhamdulillah, syaikh hanya menanyakan tentang latar belakangku. Aku masih ingat saat syaikh bertanya “Darimana kamu? Berapa hari perjalananmu ke sini? Dimana kamu belajar bahasa arab? Bagaimana kondisi kaum muslimin di daerahmu?” Lalu beliau menutup pertanyaannya dengan menyuruhku membaca salah satu surat yang paling mudah bagiku, lalu aku pun membacakan surat al Ikhlas. Ku tak tahu kenapa hanya itu soal yang ditanyakan syaikh padaku.

Pertengahan malam, di saat para peserta moqobalah lainnya sedang terlelap mimpi, aku terbangun lalu keluar ke teras wisma di lantai dua. Ku hadapkan wajahku ke langit yang bertabur bintang, dengan deraian air mata ku berdoa,  “Yaa Allah Engkau lebih mengetahui maksud kedatanganku di sini, yaa Allah aku sadar kalau aku bukanlah orang yang baik, namun aku juga hambaMu  yang mengharapkan rahmatMu, yaa Allah Engkau Maha Kuasa atas segalanya, Engkau mampu membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin, sedikit pun hamba tidak ragu, yaa Allah dengan kuasa dan kehendakMu, izinkanlah aku belajar di negri nabiMu, hamba hanya ingin menjadi orang yang baik, hamba juga ingin menegakkan agamaMu yaa Allah”.

Setelah mengusap air mata dengan bajuku, aku lalu beranjak masuk ke dalam kamar. Keesokan harinya kami pun langsung kembali ke Cilacap. Do’a itulah yang selalu aku panjatkan dalam tahajud-tahajudku di tengah menanti pengumuman dari UIM. Waktu terus bergulir, hingga masa belajar selama 3 tahun di MAIS pun telah selesai. Aku pun mulai menjalani pengabdian selama 1 tahun di sebuah Yayasan Da’wah di Jakarta Selatan.

Malam Itu...

Jumat malam adalah malam yang panjang, begitulah kami menyebutnya, karena hari sabtu dan ahad adalah hari liburan kami di Yayasan tersebut. Malam itu, salah seorang kawan membawa kabar gembira yang selama ini aku dan teman teman tengah menantinya. Ia baru menerima telepon dari sohibnya kalau pengumuman muqobalah dari UIM udah keluar.

Berdebar hatiku tatkala mendengarnya, rasa penasaran pun menyelimuti diriku. Tanpa berpikir panjang aku bergegas mencari sinyal wifi, namun sangat disayangkan wifinya tidak menyala. Karena diliputi rasa penasaran yang sangat, aku coba menanyakan modem pada Akhi Izzatullah (teman pengabdianku), Alhamdulillah ia memiliki modem.
Segera ku buka situs UIM, namun sayang sebelum aku masukkan kode pendaftaran, ternyata pulsanya udah keburu habis, karena masih penasaran aku coba meraba dompetku di dalam lemari, dan langsung keluar beli pulsa.Tidak menunggu lama pulsa pun udah masuk, kembali aku membuka situs UIM.

Hatiku berdegup semakin kencang dan semakin meluap-luap. Aku terus berdoa, “Ya allah semoga aku diterima ya Allah.” Setelah membuka situs UIM ada perintah memasukan nomor pendaftaran, ku masukkan nomer itu dan langsung muncul tulisan: "Selamat, anda telah diterima di Universitas Islam Madinah."

“Alhamdulillah aku diterima di Madinah...............,” teriakku kencang. Ku coba menta’kid lagi yang kedua kalinya, ternyata tulisannya pun masih sama. Aku langsung tersungkur di lantai untuk sujud syukur. Teman-temanku yang ada di sekitarku saat itu pun ikut gembira mendengar berita ini.
Aku lari ke kamar tamu dengan air mata yang tak terbendung lagi, dalam hati aku terus bergumam, “Alhamdulillah doa- doaku selama ini didengar oleh Allah, air mata yang aku tumpahkan dalam sujudku tidaklah hambar begitu saja. Harapanku untuk belajar di bumi Nabi bukanlah sekedar mimpi belaka. Impianku selama ini telah menjadi kenyataan, terima kasih yaa Allah, Engkau Maha Kuasa atas segalanya. Engkaulah yang merancang semuanya dan dengan pertolonganMu aku di terima di Madinah ya Allah.”

Ku ulangi lagi sujud syukurku lagi dan lagi..., dengan bertasbih dan memujiNya. Malam itu menjadi malam terindah bagiku.

Seminggu setelah mengetahui diterimanya aku di UIM, tanpa menunggu lama aku segera bergerak melengkapi berkas-berkas yang disyaratkan oleh pihak kampus. Selama 2 bulan aku pontang-panting kesana-kemari mengurus berkas-berkas. Alhamdulillah akhirnya selesai juga semuanya. Dan sudah siap untuk berangkat ke Madinah.

Tanggal 03 April 2014 adalah hari pertama aku menapakkan kaki ini di kota suci baginda Nabi, di atas bumi para syuhada’. Ketika masuk kampus UIM, subhanallah tak henti hentinya aku memuji dan bersyukur pada Allah atas besarnya karunia ini, mulai dari fasilitas fasilitas kampus yang sangat memadai, tempat tinggal yang nyaman, teman teman yang sholih, dan tak kalah senangnya setiap hari bisa pergi ke masjid Nabawi, shalat di dalamnya dan duduk di majelis para ulama besar, mengambil banyak manfaat serta ilmu dari mereka yang aku pikir tidak akan didapati di tempat mana pun, subhanallah.

Alhamdulillah kini aku melalui masa-masa belajar di UIM dengan penuh semangat dan bahagia. Saat ini aku sudah sampai semester 3 di fakultas Syari’ah, semoga selalu istiqomah dalam menuntut ilmu dan bisa menjadi orang yang bermanfaat. Amin

Madinah, 08 oktober 2015.
Akhukum fillah Ibrahim Rejab Alfloresy

 Sumber :Majalah Elfata Edisi November 2015

Related Posts

Air Mataku Pengantar Menuju Universitas Islam Madinah
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.